
Istilah teknologi
informasi mungkin sering Anda dengar, entah ketika di lembaga sekolah ataupun
ketika Anda menjelajahi internet. Istilah teknologi informasi tidak akan lepas
dari istilah teknologi komunikasi, karena sebenarnya kedua istilah tersebut
saling berhubungan satu sama lain meskipun berbeda.
Setiap hari, kita
tidak pernah lepas dari peran teknologi informasi, contoh kecil adalah ketika
Anda menggunakan handphone untuk membuka
jejaring sosial. Handphone merupakan salah
satu contoh teknologi informasi selain komputer, TV, perangkat elektronik dalam
rumah tangga dan lain sebagainya. Dari sekian banyak jenis teknologi informasi,
banyak juga manfaat teknologi informasi yang
bisa kita dapatkan. tidak hanya memberikan
dampak yang positif tetapi juga
memberikan dampak yang buruk. Penyampaian akan informasi begitu cepat
dimana setiap orang telah dengan mudah memproduksi informasi, dan informasi
yang begitu cepat tersebut melalui beberapa media sosial seperti facebook, twitter, ataupun pesan telpon genggam
seperti, whatsapp dan lain sebagainya
yang tidak dapat difilter dengan baik.
Informasi
yang dikeluarkan baik orang perorang maupun badan usaha melalui media sosial
dan elektronik ketika telah terkirim dan dibaca oleh banyak orang dapat
mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran bahkan tindakan seseorang atau
kelompok. Sangat disayangkan apabila informasi yang disampaikan tersebut adalah
informasi yang tidak akurat terlebih informasi tersebut adalah informasi bohong
(hoax) dengan judul yang sangat provokatif mengiring pembaca dan penerima
kepada opini yang negatif. Opini negatif, fitnah, penyebar kebencian yang
diterima dan menyerang pihak ataupun membuat orang menjadi takut, terancam dan
dapat merugikan pihak yang diberitakan sehingga dapat merusak reputasi dan
menimbulkan kerugian materi.
HOAX
Hoax adalah usaha
untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai
sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu
bahwa berita tersebut adalah palsu. Salah satu contoh
pemberitaan palsu yang paling umum adalah mengklaim sesuatu barang atau
kejadian dengan suatu sebutan yang berbeda dengan barang/kejadian sejatinya.
Suatu pemberitaan palsu berbeda dengan misalnya pertunjukan sulap; dalam
pemberitaan palsu, pendengar/penonton tidak sadar sedang dibohongi, sedangkan
pada suatu pertunjukan sulap, penonton justru mengharapkan supaya ditipu
Bagaimana HOAX Bekerja ?
Menurut pandangan
psikologis, ada dua faktor yang dapat menyebabkan seseorang cenderung mudah
percaya pada hoax. Orang lebih cenderung
percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki
(Respati, 2017). Contohnya jika seseorang penganut paham bumi datar memperoleh
artikel yang membahas tentang berbagai teori konspirasi mengenai foto satelit
maka secara naluri orang tersebut akan mudah percaya karena mendukung teori
bumi datar yang diyakininya. Secara alami perasaan positif akan timbul dalam
diri seseorang jika opini atau keyakinannya mendapat afirmasi sehingga
cenderung tidak akan mempedulikan apakah informasi yang diterimanya benar dan
bahkan mudah saja bagi mereka untuk menyebarkan kembali informasi tersebut. Hal
ini dapat diperparah jika si penyebar hoax memiliki pengetahuan yang kurang
dalam memanfaatkan internet guna mencari informasi lebih dalam atau sekadar
untuk cek dan ricek fakta.
Terdapat empat mode dalam kegiatan penemuan
informasi melalui internet, diantaranya adalah:
1. Undirected viewing
Pada undirected viewing, seseorang mencari informasi tanpa
tahu informasi tertentu dalam pikirannya. Tujuan keseluruhan adalah untuk
mencari informasi secara luas dan sebanyak mungkin dari beragam sumber
informasi yang digunakan, dan informasi yang didapatkan kemudian disaring
sesuai dengan keinginannya.
1. Conditioned viewing
Pada conditioned viewing, seseorang sudah mengetahui akan
apa yang dicari, sudah mengetahui topik informasi yang jelas, Pencarian
informasinya sudah mulai terarah.
1. Informal search
Mode informal search, seseorang telah mempunyai pengetahuan
tentang topik yang akan dicari. Sehingga pencarian informasi melalui internet
hanya untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang topik tersebut.
Dalam tipe ini pencari informasi sudah mengetahui batasan-batasan sejauh mana
seseorang tersebut akan melakukan penelusuran. Namun dalam penelusuran ini,
seseorang membatasi pada usaha dan waktu yang ia gunakan karena pada dasarnya,
penelusuran yang dilakukan hanya bertujuan untuk menentukan adanya tindakan
atau respon terhadap kebutuhannya.
1. Formal search
Pada formal search, seseorang mempersiapkan waktu dan usaha
untuk menelusur informasi atau topik tertentu secara khusus sesuai dengan
kebutuhannya. Penelusuran ini bersifat formal karena dilakukan dengan
menggunakan metode-metode tertentu. Tujuan penelusuran adalah untuk memperoleh
informasi secara detail guna memperoleh solusi atau keputusan dari sebuah
permasalahan yang dihadapi (Choo, Detlor, & Turnbull, 1999).
Perilaku penyebaran hoax
melalui internet sangat dipengaruhi oleh pembuat berita baik itu individu
maupun berkelompok, dari yang berpendidikan rendah sampai yang tinggi, dan
terstruktur rapi. (Lazonder, Biemans, & Wopereis, 2000) menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan antara seseorang yang memiliki keahlian khusus dalam
menggunakan search engine dengan orang
yang masih baru atau awam dalam menggunakan search engine.
Mereka dibedakan oleh pengalaman yang dimiliki. Individu yang memiliki
pengalaman lebih banyak dalam memanfaatkan search engine, akan
cenderung lebih sistematis dalam melakukan penelusuran dibandingkan dengan yang
masih minim pengalaman (novice).
Berita hoax semakin sulit dibendung walaupun
sampai dengan 2016 pemerintah telah memblokir 700 ribu situs, namun setiap
harinya pula berita hoax terus bermunculan. Pada Januari 2017 pemerintah
melakukan pemblokiran terhadap 11 situs yang mengandung konten negatif, namun kasus
pemblokiran tersebut tidak sampai menyentuh meja hijau. Beberapa kasus di
indonesia terkait berita hoax telah memakan korban, salah satunya berita hoax
akan penculikan anak yang telah tersebar di beberapa media sosial dan
menyebabkan orang semakin waspada terhadap orang asing,
Peran
Pemerintah dalam berita Hoax
Sikap pemerintah
dalam fenomena berita hoax dipaparkan dalam beberapa pasal yang siap ditimpakan
kepada penyebar hoax tersebut antara lain, KUHP, Undang-Undang No.11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No.40 Tahun 2008
tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Tidak hanya itu, penyebar
berita hoax juga dapat dikenakan pasal terkait ujaran kebencian dan yang telah
diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP.
Dari hukum yang
dibuat oleh pemerintah, jumlah penyebar hoax semakin besar tidak berbanding
lurus dengan jumlah persidangan yang seharusnya juga besar. Dengan masih belum
mampu menjerat beberapa pelaku hoax, sangat disayangkan pemerintah hanya
melakukan pemblokiran terhadap situs-situs hoax. Sementara si pembuat
berita hoax masih dapat terus berproduksi melakukan ancaman dan memperluas
ruang gerak.
Dalam melawan hoax
dan mencegah meluasnya dampak negatif hoax, pemerintah pada dasarnya telah
memiliki payung hukum yang memadai. Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU No. 11 tahun 2008
tentang ITE, Pasal 14 dan 15 UU No. 1 tahun 1946, Pasal 311 dan 378 KUHP, serta
UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskiriminasi Ras dan Etnis merupakan
beberapa produk hukum yang dapat digunakan untuk memerangi penyebaran hoax.
Selain produk hukum, pemerintah juga sedang menggulirkan kembali wacana
pembentukan Badan Siber Nasional yang dapat menjadi garda terdepan dalam
melawan penyebaran informasi yang menyesatkan, selain memanfaatkan program
Internetsehat dan Trust+Positif yang selama ini menjalankan fungsi sensor dan
pemblokiran situs atau website yang ditengarai memiliki materi negatif yang
bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Beberapa waktu yang
lalu juga mengemuka gagasan menerbitkan QR Code di setiap produk jurnalistik (berita
dan artikel) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi validitas sebuah
informasi. QR Code yang disertakan di setiap tulisan akan memuat informasi
mengenai sumber berita, penulis, hingga perusahaan media yang menerbitkan
tulisan tersebut sehingga suatu tulisan dapat dilacak hingga hulunya.
Selain mengasah kembali berbagai program pendidikan yang berperan dalam
menanamkan budi pekerti, dari aspek pendidikan pemerintah sebenarnya dapat
melawan hoax dengan meningkatkan minat baca, berdasarkan studi “Most Littered Nation In the World” yang
dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity, Indonesia dinyatakan
menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca (Gewati, 2016). Hal
ini tergolong berbahaya karena dipadukan dengan fakta bahwa Indonesia merupakan
negara dengan aktifitas jejaring sosial tertinggi di Asia, yang berarti sangat
mudah bagi orang Indonesia untuk menyebarkan informasi hoax tanpa menelaah
lebih dalam informasi yang disebarkannya.
Peran
Media dan Masyarakat
Semakin berkembangnya hoax di masyarakat juga mendorong beberapa pihak
dalam mulai melawan penyebaran hoax. Sejak tahun 2016 lalu, Facebook mulai
memperkenalkan fitur yang memungkinkan sebuah link artikel
yang dibagi melalui Facebook akan diberi tanda Dispute(ditentang)
bagi artikel-artikel yang ditengarai menyebarkan informasi yang dapat diragukan
kebenarannya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar Dibawah 

Aplikasi pesan instan
populer seperti Line juga mulai memerangi hoax dengan aktif menyebarkan
informasi melalui Line New manakala suatu hoax mulai ramai di tengah
masyarakat.
Selain platform sosial media
tersebut, masyarakat juga mulai menggagas program Turn Back Hoax, dimana suatu
informasi hoax akan diidentifikasi dan dipublikasi mengenai kebenarannya
melalui berbagai media, diantaranya grup Facebook dan melalui website Turn Back
Hoax sendiri.
Pencegahan
Berita Hoax
Literasi media adalah
perspektif yang dapat digunakan ketika berhubungan dengan media agar dapat
menginterpretasikan suatu pesan yang disampaikan oleh pembuat berita. Orang
cenderung membangun sebuah perspektif melalui struktur pengetahuan yang sudah
terkonstruksi dalam kemampuan menggunakan informasi (Pooter, 2011). Juga
dalam pengertian lainnya yaitu kemampuan untuk mengevaluasi dan
menkomunikasikan informasi dalam berbagai format termasuk tertulis maupun tidak
tertulis.
Literasi media adalah
seperangkat kecakapan yang berguna dalam proses mengakses, menganalisis,
mengevaluasi, dan menciptakan pesan dalam beragam bentuk. Literasi media
digunakan sebagai model instruksional berbasis eksplorasi sehingga setiap
individu dapat dengan lebih kritis menanggapi apa yang mereka lihat, dengar,
dan baca.
Program
Internet Sehat dan Aman
Munculnya gerakan
literasi media khususnya internet sehat merupakan salah satu wujud kepedulian
masyarakat terhadap dampak buruk media internet. Perkembangan internet selain
memberikan dampak positif pada kehidupan manusia juga memiliki dampak negatif.
Beberapa dampak negatif tersebut diantaranya adalah mengurangi tingkat privasi
individu, dapat meningkatkan kecenderungan potensi kriminal, dapat menyebabkan
overload-nya informasi, dan masih banyak lagi (Sholihuddin, n.d.).
Tujuan gerakan
internet sehat adalah untuk memberikan pendidikan kepada pengguna internet
untuk menganalisis pesan yang disampaikan, mempertimbangkan tujuan komersil dan
politik dibalik citra atau pesan di internet dan meneliti siapa yang
bertanggungjawab atas pesan yang diimplikasikan itu. Oleh karena itu, agar
gerakan internet sehat dapat berjalan secara optimal maka sangat diperlukan
pendidikan berinternet salah satunya adalah pendidikan etika berinternet.
Pendidikan internet lebih pada pembelajaran tentang etika bermedia internet,
bukan pengajaran melalui media. Pendidikan etika bermedia internet bertujuan
untuk mengembangkan baik pemahaman kritis maupun partisipasi aktif, sehingga
anak muda sebagai konsumen media internet memiliki kemampuan dalam membuat
membuat tafsiran dan penilaian berdasarkan informasi yang diperolehnya. Selain
itu anak muda mampu menjadi produser media internet dengan caranya sendiri
sehingga menjadi partisipan yang berdaya di komunitasnya (Setiawan, 2012).
Freedom
of Speech
Penyebaran berita palsu yang marak terjadi ini jika dikaitkan dengan
etika pada internet adalah penyalahgunaan freedom of speech. Freedom of speech ini berasal dari negara-negara
yang memiliki tradisi liberal yang menyalahkan apabila seseorang mempunyai
batasan dalam mengemukakan pendapat dan memiliki fungsi masing-masing individu
pada komunitas dapat mengemukakan pendapat, menyalahkan seseorang, memuji
seseorang dll sebebas-bebasnya pada suatu komunitas (Floridi, 2010). Dengan
berkembangnya media sosial yang dapat melintasi antar negara atupun benua,
masing-masing budaya dan tradisi tidak akan berperan dalam hal pembatasan penyebaran
informasi ini. Berawal dari biasnya budaya tersebut, hak Freedom of Speech seringkali disalahartikan dan
salahgunakan untuk menciptakan berita hoax yang
bertujuan memang untuk membuat sensasi pada media sosial tersebut atau memang
sengaja agar pengguna internet dapat mampir pada website sang pembuat berita
hoax tersebut agar meraup keuntungan dari jumlah pengunjung yang banyak pada
websitenya.
Masyarakat menang
Sebuah penelitian
mengenai memori yang dilakukan oleh Daniel Wegner dari Universitas Harvard
memberi contoh dari efek ini. Berbagai pasangan diminta untuk datang ke
laboratorium untuk mengikuti tes mengingat. Setengah dari para partisipan
diminta untuk tetap berada bersama pasangannya, dan setengahnya dipindahkan
untuk dipasangkan dengan orang lain yang mereka tidak tahu.
Kedua kelompok
kemudian mempelajari daftar kata dan kemudian diuji ingatan mereka mengenai
daftar nama tersebut secara individual. Orang-orang yang tetap dengan
pasangannya bisa mengingat lebih banyak kata, baik ketika diuji dengan
pasangannya maupun sebagai individu.
Apa yang terjadi,
menurut Wegner, adalah bahwa orang-orang yang memang berada dengan pasangannya
memiliki pemahaman yang baik tentang pasangan mereka. Karena itu, mereka secara
diam-diam membagi pekerjaan di antara mereka, sehingga misalnya, salah satu
pasangan akan mengingat kata-kata yang berkaitan dengan teknologi, dengan
asumsi yang lain akan mengingat kata-kata yang berkaitan dengan olahraga.
Dengan cara ini,
masing-masing pasangan bisa berkonsentrasi pada kekuatan mereka, sehingga
secara individual mereka mengungguli orang-orang yang dipasangkan dengan orang
asing dan tidak ada pembagian kerja. Sama seperti Anda mengandalkan mesin
pencari untuk mengetahui sebuah jawaban, Anda dapat mengandalkan orang untuk
berurusan secara teratur mengenai hal-hal tertentu, mengembangkan sistem
bersama dan ini yang disebut Wegner sebagai "ingatan transaktif".
Memiliki akal yang
bekerja dengan cara ini adalah salah satu kekuatan besar manusia. Daripada
memaksakan diri untuk mengandalkan sumber daya kita sendiri untuk segala
sesuatu, kita bisa berbagi pengetahuan dan pemahaman kita.
Teknologi melacak
berbagai hal untuk manusia sehingga kita tidak perlu mengetahui segalanya. Saya
tidak tahu bagaimana komputer bekerja, atau bagaimana menanam brokoli, tetapi
pengetahuan mengenai hal tersebut ada dan saya bisa mendapatkan keuntungan dari
alat yang mencarikannya untuk saya. Dan internet bahkan memberi potensi yang
lebih besar untuk berbagi pengetahuan ini.
Wikipedia adalah
salah satu contoh terbaik - tempat pengetahuan yang berkembang dan semua orang
bisa mendapatkan keuntungan darinya. Saya menggunakan Wikipedia setiap hari,
menyadari saya melakukannya, karena Wikipedia mendukung saya dalam semua
pemikiran saya seperti untuk menulis artikel ini.
Jadi selain memiliki
lingkungan fisik -seperti kamar atau bangunan yang kita tempati atau di mana
kita bekerja- kita juga memiliki lingkungan mental. Hal ini berarti bahwa
ketika saya meminta Anda menunjukkan di mana pikiran Anda, Anda tidak harus
menunjuk ke tengah dahi Anda. Pikiran kita terbuat dari berbagai orang dan alat
di sekitar kita sebagaimana sel-sel otak di dalam tengkorak kita.
Referensi
Choo,
C. W., Detlor, B., & Turnbull, D. (1999). Information Seeking on the Web–An
Integrated Model of Browsing and Searching. ASIS Annual Meeting, 5(2), 1–15. https://doi.org/10.5210/fm.v5i2.729
Chordhry, A. (2017). Facebook Launches A New
Tool That Combats Fake News. Retrieved May 4, 2017, from
https://www.forbes.com/sites/amitchowdhry/2017/03/05/facebook-fake-news-tool/#460b19677ec1
Floridi,
L. (2010). The Cambridge Handbook of Information and
Computer Ethics. Cambridge: Cambridge University Press.
Gewati,
M. (2016, August 29). Minat Baca Indonesia Ada di Urutan ke-60 Dunia. Kompas.com. Retrieved from
http://edukasi.kompas.com/read/2016/08/29/07175131/minat.baca.indonesia.ada.di.urutan.ke-60.dunia
Jamaludin,
F. (2016, December). 773 ribu situs diblokir Kemkominfo setahun, pornografi
paling banyak. Merdeka.com. Retrieved from
https://www.merdeka.com/teknologi/773-ribu-situs-diblokir-kemkominfo-setahun-pornografi-paling-banyak.html
Lazonder, A. W., Biemans, H. J. a, &
Wopereis, I. G. J. H. (2000). Differences between novice and experienced users
in search information on the World Wide Web.
https://doi.org/10.1002/(sici)1097-4571(2000)51:6<576::aid-asi9>3.0.co;2-7
ONS. (2015). Internet Users.
Pooter,
J. W. (2011). Media literacy (7th ed.).
California: SAGE. https://doi.org/10.1332/policypress/9781847424396.003.0018
Pratama,
A. B. (2016, December). Ada 800 Ribu Situs Penyebar Hoax di Indonesia. CNN Indonesia. Retrieved from
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-182956/ada-800-ribu-situs-penyebar-hoax-di-indonesia/
Respati,
S. (2017, January 23). Mengapa Banyak Orang Mudah Percaya Berita “Hoax”? Kompas.com. Retrieved from http://nasional.kompas.com/read/2017/01/23/18181951/mengapa.banyak.orang.mudah.percaya.berita.hoax.
Setiawan, A. B. (2012). Penanggulangan Dampak
Negatif Akses Internet Di Pondok Pesantren Melalui Program Internet Sehat
Overcoming Negative Impact of Internet Access in Pondok Pesantren Through
Healhty Internet Program.
Sholihuddin,
M. (n.d.). Pengaruh Kompetisi Individu (Individual
Competence) Terhadap Literasi Media Internet Di Kalangan Santri.
Unair.
Wikipedia. (n.d.). Pemberitaan palsu.
0 komentar:
Posting Komentar